RUPTL PLN Belum Tuntas, Begini Kata Pengamat
时间:2025-05-19 23:48:09 出处:百科阅读(143)
Pengamat energi Pri Agung Rahmanto menyoroti Rencana Usaha Penambahan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN yang sejauh ini masih belum diparipurnakan. Menurutnya hal ini masih berpusat pada hal teknis khususnya dalam sinkronisasi dengan target pertumbuhan ekonomi 8% di zaman Presiden Prabowo Subianto.
“Kemungkinan memang ada keterkaitan, yang cenderung bersifat hal-hal teknis terkait target pertumbuhan 8%,” ujar Pri Agung kepada Warta Ekonomi, Senin (19/5/2025).
Ia menjelaskan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tentu menuntut kesiapan pasokan listrik yang memadai.
Baca Juga: Dukung Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan, PLN UIP JBT Gaet Ditkrimsus Polda Jabar
“Rule of thumb-nya, pertumbuhan kebutuhan listrik berkisar 1,25 hingga 1,5 kali lipat dari pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Ia melanjutkan, dalam hal ini PLN sebagai motor transisi energi, juga menghadapi tantangan dari sisi keekonomian dalam men-swicthenergi fosil ke energi baru terbarukan (EBT). Ia mencontohkan pembangkit panas bumi yang meski ramah lingkungan, namun secara total biaya investasi (life cycle cost)masih lebih mahal dibandingkan pembangkit berbasis fosil.
"PLN dalam hal ini, selalu berhadapan dengan keterbatasan itu; di satu sisi mesti menjaga BPP (Biaya Pokok Penyediaan) listri rendah untuk mengurangi subsidi, di sisi lain dihadapkan pada tuntutan untuk menghasilkan listrik dari EBT yg secara keekonomian mayoritas masih lebih mahal dibandingkan fosil,” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa dalam draf RUPTL terbaru, pemerintah bersama PLN menargetkan penambahan kapasitas pembangkit sebesar 71 giga watt (GW) hingga 2034. Dari total tersebut, sekitar 70% akan berasal dari pembangkit EBT.
Agung menilai target tersebut hanya dapat dicapai jika disertai dukungan konkret dari sisi dukungan fiskal.
Baca Juga: PLN IP Perkuat Dukungan Kelistrikan untuk Majukan Ekonomi Kawasan Timur Indonesia
”Bisa dicapai jika ada dukungan fiskal langsung dari pemerintahh. Jadi, aspek keekonomian dan pembiayaan yang paling krusial (di sini),” tegasnya.
Secara lebih spesifik, ia menekankan bahwa jika listrik berbasis EBT yang notabene lebih mahal akan menggantikan energi fosil, maka beban subsidi listrik dipastikan akan meningkat. Pertanyaannya, siapa yang akan menanggung lonjakan selisih biaya tersebut.
” Tantangannya ya itu tadi, ada di kebijakan (subsidi) harga listrik yg masih ada dan siapa yg mesti menanggung selisih/gap keekonomian produksi listrik EBT vs listrik fosil itu,” tutupnya.
上一篇: Jokowi Bantah Pelantikan 3 Wamen Baru Merupakan Bagi
下一篇: Presiden Ukraina Tolak Usulan Gencatan Senjata Indonesia, Prabowo Langsung Lapor Jokowi
猜你喜欢
- Pangkas 20 Ribu Karyawan, Nissan Akan Terapkan Pensiun Dini Mulai dari Jepang
- Dolar AS Melemah, Rupiah Masih akan Perkasa Ditopang Hilirisasi dan Investasi Naik Tajam
- Mahasiswi Meninggal karena Alergi Usai Restoran Ubah Resep Masakan
- Presiden Prabowo Subianto Disambut Hangat Raja dan Ratu Thailand di Amphorn Royal Palace
- Kecewa Pembatas Jalur Sepeda Dicopot, B2W Bakal Gugat Dishub DKI
- Kemendagri Latih 80 Ribu Aparatur Desa Secara Tatap Maya
- Timsus Jenderal Listyo Periksa Intensif Ferdy Sambo Soal Brigadir J di Mako Brimob
- Datang ke BundaFest 2024, Ikuti Deret Talkshow Menarik buat Para Ibu
- Kejagung Sita 7,7 Kg Emas dalam Kasus Korupsi 109 Ton Emas