Peringkat Kredit AS Turun karena Utang Membengkak, Investor Cemas RUU Baru Tambah Beban
时间:2025-05-19 19:53:25 出处:探索阅读(143)
Amerika Serikat kembali menghadapi tekanan ekonomi setelah lembaga pemeringkat Moody’s menurunkan peringkat kredit negara tersebut. Moody’s menyebut alasan utama penurunan ini adalah besarnya utang AS yang saat ini telah mencapai US$36 triliun (Rp593,78 Triliun), ditambah dengan kurangnya langkah nyata dari pemerintah untuk mengendalikan defisit anggaran.
Moody’s menjadi lembaga terakhir dari tiga besar pemeringkat global yang menurunkan peringkat kredit AS. Sebelumnya, Fitch sudah menurunkannya pada 2023, dan Standard & Poor’s pada 2011. Langkah Moody’s semakin menambah kekhawatiran pasar karena bisa berdampak pada kenaikan bunga pinjaman bagi pemerintah dan sektor swasta di AS.
Baca Juga: Trump: Saya Menggunakan Perdagangan untuk Selesaikan Masalah
Melansir Reuters, penurunan peringkat ini muncul di tengah perdebatan di Kongres mengenai RUU besar yang dijuluki “Big Beautiful Bill”. RUU ini mencakup pemotongan pajak, peningkatan belanja negara, dan pengurangan bantuan sosial. Banyak pihak menilai RUU ini justru akan menambah beban utang baru hingga triliunan dolar AS ke depan.
Menurut Komite untuk Anggaran Federal yang Bertanggung Jawab, RUU ini bisa menambah utang AS sekitar 3,3 triliun dolar hingga tahun 2034, bahkan bisa mencapai 5,2 triliun dolar jika ketentuannya diperpanjang.
Investor dan analis mulai waspada. Mereka khawatir kondisi fiskal AS yang buruk akan membuat obligasi pemerintah jangka panjang menjadi kurang menarik. Pasar obligasi bahkan menunjukkan tanda-tanda kecemasan melalui kenaikan premi risiko (term premium) untuk surat utang jangka panjang.
“Kita sedang berada di jalur yang tidak berkelanjutan,” ujar Anne Walsh, Chief Investment Officer di Guggenheim Partners, mengutip Reuters, Senin (19/5/2025).
Menurutnya, tanpa perubahan besar dalam kebijakan fiskal, Amerika akan sulit keluar dari kondisi ini.
Baca Juga: Trump: India Tawarkan Kesepakatan Dagang Nol Tarif
Meski begitu, Gedung Putih membantah kekhawatiran tersebut. Mereka menyebut Moody’s terlalu politis dan menyampaikan bahwa kebijakan ekonomi Presiden Trump, termasuk tarif impor, justru telah mendorong investasi dan menciptakan lapangan kerja.
Namun, pernyataan ini tidak cukup untuk meredakan pasar. Para pengamat fiskal menilai bahwa meskipun RUU baru membawa harapan untuk pertumbuhan jangka pendek, defisit anggaran tetap akan melebar dan tidak akan memberikan dorongan signifikan bagi ekonomi.
Kekhawatiran juga meningkat karena pemerintah telah mencapai batas utang (debt ceiling) sejak Januari dan hanya bisa bertahan lewat langkah-langkah darurat. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, memperingatkan bahwa pemerintah bisa kehabisan uang pada bulan Agustus jika batas utang tidak dinaikkan.
Situasi ini membuat investor global memperhatikan ketat langkah-langkah fiskal AS. Bila tidak segera ada solusi, risiko ekonomi lebih besar bisa muncul, tidak hanya untuk AS, tetapi juga untuk pasar keuangan dunia.
上一篇: Temui Presiden, Ketua DPD Sampaikan Perlunya Kembali ke Sistem Bernegara Rumusan Pendiri Bangsa
下一篇: Rencana Sidang Kabinet Perdana di IKN, Jokowi Tunggu Menteri Pulang dari Paris
猜你喜欢
- Dianggap Mengganggu Ketertiban, Empat Demonstran Tolak Kenaikan BBM Diamankan Polisi
- Investigasi Kasus Gagal Ginjal Akut, BPOM Tak Luput dari Sorot Tajam Polri
- PKB Bakal Tegaskan Posisi Resmi Gabung di Pemerintahan Prabowo
- PDIP Siap Sambut Parpol 'Balik Kanan' dari KIM Plus di Pilkada Jakarta
- Mayat Pria Tak Dikenal dengan Luka Sayat dan Tusuk Ditemukan Mengambang di Kali BKT
- Menkes Bakal Umumkan Hasil Investigasi Dugaan Bullying PPDS FK Undip Minggu ini
- Enggak Pakai Ribet! Begini Cara Buat QRIS melalui Aplikasi BRImerchant
- Pos Indonesia dan ULBI Fasilitasi Beasiswa dan Ikatan Dinas untuk Mahasiswa
- Lupa Tutup Pintu, Penjaga Kebun Binatang Tewas Diserang Harimau