Hampir setengah orang Indonesia menjadikan ritual makansebagai kompensasi emosi. Hal ini menggambarkan betapa kebiasaan emotional eatingmarak dialami banyak masyarakat.
Hasil ini ditemukan dalam sebuah survei bertajuk "Mindful Eating Study" yang diinisiasi oleh Health Collaborative Center (HCC).
"[Temuannya] yang emotional eater47 persen. Artinya, kalau ketemu 10 orang, 4-5 orang pasti ada yang perilakunya emotional eating," kata peneliti utama riset Ray Wagiu Basrowi dalam temu media di restoran Beautika, Jakarta Selatan, Rabu (24/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pilihan Redaksi
|
Hasilnya, sebanyak 53 persen responden adalah mindful eater, sedang 47 persen adalah emotional eater.
Ditemukan juga, sebanyak 49 responden dengan emotional eatingberusia kurang dari 40 tahun. Sementara mereka para mindful eaterberusia lebih tua antara 40-60 tahun.
Ray menjelaskan, mindful eatingmerupakan model perilaku makan yang mampu mengelola kebiasaan makan dengan baik. Orang makan dengan penuh kesadaran bahwa makanan dikonsumsi untuk membawa dampak kesehatan. Oleh karenanya, makan tidak buru-buru dan fokus.
"[Orang yang punya] kebiasaan makan penuh perhatian (mindful) itu ternyata status kesehatannya jauh lebih bagus, fisik, dan mental seimbang, bisa menurunkan risiko penyakit metabolik," ujar Ray.
Sebaliknya, emotional eatingmerupakan makan tapi tanpa kesadaran akan nutrisi atau dampaknya buat kesehatan. Seseorang, misalnya, merasakan stres pekerjaan lalu mencari makanan untuk membuatnya lebih tenang. Tak hanya makan besar, ngemil sembari mengerjakan pekerjaan pun termasuk perilaku emotional eating.
![]() |
Emotional eatingpunya kaitan kuat dengan stres. Temuan survei menunjukkan, 51 persen emotional eatersberisiko dua kali lipat mengalami stres.
Risiko ini rupanya lebih tinggi pada orang yang sedang menjalani diet. Sebanyak 57 persen responden yang sedang diet dan emotional eaterberisiko mengalami stres 2,5 kali lipat.
"Sebanyak 73 persen yang mindful eatingtiga kali lebih besar bisa menghindari stres," imbuhnya
Stres, lanjut Ray, bisa berpengaruh pada proses pencernaan makanan. Anda mungkin sudah memilih makanan sehat dan bernutrisi, tapi proses pencernaan yang kurang optimal membuat nutrisi tidak terserap sempurna.
Lihat Juga :![]() |
"Tubuh mencerna makanan perlu bermacam-macam enzim. Nah, itu [enzim] keluar kurang optimal kalau stres. Stres berarti hormon kortisol keluar. Kortisol itu jahat kalau keluar di waktu yang tidak tepat. Kortisol keluar, enzim enggak keluar dengan optimal," jelasnya.
Selain itu, bakteri baik pada usus besar bisa keluar dan bekerja optimal dalam suasana usus yang asam. Zat yang memicu suasana asam pada usus bisa keluar maksimal saat mindful eating, bukan emotional eating.
(els/asr)电话:020-123456789
传真:020-123456789
Copyright © 2025 Powered by quickq最新的充值流程 http://google-quickq.com/